Pendidikan Pada Masa Pandemi
Menyoal Efektivitas Pembelajaran Daring Dalam Mencapai Tujuan Pendidikan.Ilustrasi seseorang anak sedang belajar online, Meskipun sudah ada Surat Keputusan Bersama (SKB) Menteri, yang mengatur penyelenggaraan pembelajaran di masa pandemi COVID-19, nyatanya aplikasi pembelajaran tatap muka (PTM) pada sejumlah daerah, masih tarik ulur. Hal ini ditimbulkan masalah COVID-19 yg masih fluktuatif. Seperti diberitakan poly media, cetak juga elektro, ada 24 guru dan murid SD pada Bogor yang positif terjangkit COVID-19 selama pembelajaran tatap muka. karena itu PTM terbatas yg tengah dilaksanakan perlu dikaji ulang, buat diteruskan atau dihentikan.
Sebenarnya banyak pihak yg menyambut gembira menggunakan kembali dilaksanakannya pembelajaran tatap muka. Meskipun sedikit yang mulai merasa nyaman menggunakan pembelajaran online atau menggunakan jaringan (daring). Sebagai orang tua, tentu aku senanganak-anak baliksekolah. Rasanya separuh 'beban' saya hilang. Tetapi menjadi pengajar saya termasuk yg mulai merasa nyaman menggunakan pembelajaran daring . Alasannya bila saya mengajar kelas malam, terkadang mampu sampai pukul 22.30. Setelahnya itu saya masih wajibmelakukan perjalanan pulang, Tak sporadis gw mengendarai kendaraan sambil terkantuk-kantuk.
Memang kini para guru & murid telah terbiasa melaksanakan pembelajaran daring. Namun pada kenyataannya baik pengajar juga siswa, masih mengalami banyak kendala. Penyebabnya antara lain faktor ekonomi dan geografis, dan faktor lain yang menciptakan pembelajaran tidak kondusif.
Dari segi geografis, daerah Indonesia relatif luas dan mempunyai banyak sekali sekolah. Untuk SMA saja, jumlah sekolah negeri dan partikelir, ada 13.853 sekolah. belum lagi Sekolah Menengah Kejuruan sebanyak 14,301. Sekolah Menengah pertama sebesar 40,559. dan Sekolah Dasar sebanyak 175,520. Sekolah-sekolah tersebut tersebar berdasarkan ujung barat sampai timur Indonesia. Tentu saja kesiapan tiap sekolah menyelenggarakan pembelajaran daring bhineka. Tetapi karena adanya pandemi, sejak Maret 2020 seluruh sekolah sudah “dipaksa” melaksanakannya.
Banyak wargayg belum menerima layanan internet menggunakan kualitas yg baik. Bahkan sang penyedia layanan "pelat merah" yg sudah berkali-kali diberi label sebagai pemilik jaringan terluas.
Dengan demikian meski telah mendapatkan donasi kuota internet menurut Kementerian Pendidikan & Kebudayaan (Kemendikbud), pembelajaran daring bagi banyak anak didik masih adalah hambatan.
Secara ekonomi tentu kita tahu, nir semua famili mempunyai perangkat yg memadai buat melaksanakan pembelajaran daring. Adakalanya perangkat yg digunakan anak buat belajar adalah perangkat yg sama menggunakan yang dipakai orang tuanya. Juga tidak semua tempat tinggalmempunyai ruangan khusus untuk belajar. Sehingga suasana belajar di rumah kurang aman.
Masalah lainnya merupakan ambisi & kesamaan orang tua agar anaknya menerima nilai akademik yang tinggi. Sehingga banyak orang tua tidak segan-segan turun tangan membantu menyelesaikan tugas berdasarkan guru, yg seharusnya adalah tugas anaknya.
Karena banyak sekali masalah yg terdapat, akhirnya pembelajaran daring dilaksanakan dengan cara yg sangat sederhana. Misalnya hanya dengan mengandalkan grup pelaksanaan penukar pesan instan. Pengajar hanya menaruh materi atau tugas menjawab soal-soal yg sifatnya pengetahuan. Sialnya menggunakan mudah jawabannya bisa ditemukan menggunakan donasi mesin pencari Google.
Dengan pembelajaran daring pengajar kesulitan membicarakan materi secara menarik. Termasuk mengenali psikologis dan kemampuan belajar tiap siswanya. Padahal tujuan pendidikan bukan hanya agar murid mengerti, anak didik pula wajibsanggup “merasa” & “melakoni”. Siswa tidak relatif hanya mengerti apa itu disiplin, tapi bagaimana mengaplikasikan disiplin tadi dalam kehidupannya sehari-hari
Akhirnya pembelajaran daring dan pembelajaran tatap muka mengakibatkan pro kontra. Ada yg beropini pembelajaran harus tetap dilaksanakan secara tatap muka asalkan diterapkan protokol kesehatan yg sangat ketat. Alasannya lantaran pembelajaran daring bisa menurunkan kualitas pembelajaran. Ada pula yang beropini Kesehatan lebih penting dan pembelajaran tatap muka adalah penyelesaiannya.
Bagi gw sendiri, baik secara daring atau tatap muka, hanya metode. Dan metode sifatnya bergerak maju. Yang boleh ditawar merupakan esensi pendidikan itu sendiri. sehingga masalahnya bukan terletak dalam daring atau tatap muka. Namun, apakah pelaksanaan pembelajaran daring yg terdapat ketika ini, mampu buat mencapai tujuan Pendidikan?
Menurut Ki Hadjar Dewantara, tujuan pendidikan merupakan memerdekakan insan. Manusia yg merdeka itu, selamat raganya, senang jiwanya. Untuk mencapai kondisi “merdeka”, pendidikan memiliki 3 kiprah krusial atau yg disebut Tri Rahayu antara lain; memajukan & menjaga diri, memelihara dan menjaga bangsa, memelihara & menjaga global.
Mengingat capaian pembelajaran bukan hanya aspek pengetahuan, melainkan pula aspek sikap & psikomotorik. Maka mengingat keterbatasan pembelajaran daring yg ada, rasa-cita rasanya sulit buat mencapai tujuan pendidikan. Menjadikan peserta didik seutuhnya merdeka dan berdaulat. Baik secara ekonomi juga secara pemikiran. Tidak tertentu, melainkan berperan warga& getol memberi manfaat.
Jadi, alih-alih mempertentangkan pembelajaran daring & tatap muka, saya lebih senang menggabungkan keduanya (blended learning). Karena keduanya mempunyai keunggulan tersendiri. Pembelajaran daring yg berbasis teknologi menawarkan efisiensi, kemudahan & fleksibilitas. Misalnya sanggup menekan porto operasional. Membutuhkan sedikit ruang. Sekaligus memberi kesempatan bagi siapa saja yang terkendala menggunakan jarak dan ketika.
Sementara aktivitas seperti praktikum, studio, praktik lapangan dan bentuk pembelajaran lainnya yg menekankan aspek psikomotorik, maka mau tidak mau memang wajib disampaikan secara eksklusif melalui pembelajaran tatap muka. Di sinilah pengajar berperan secara dinamis memilih metode mana yang paling sinkron menggunakan tujuan pembelajaran yang hendak dicapai.